Jong Java
Jong Java adalah suatu organisasi kepemudaan yang didirikan oleh
Satiman Wirjosandjojo di Gedung
STOVIA pada tanggal
7 Maret,
1915 dengan nama awal
Tri Koro Dharmo (TKD) (
bahasa Indonesia:
"Tiga Tujuan Mulia"). Perkumpulan pemuda ini didirikannya karena banyak pemuda yang menganggap bahwa
Boedi Oetomo dianggap sebagai organisasi elite.
[1]
Sejarah
1915 - 1921
Pada saat didirikan, ketuanya adalah
Dr. Satiman Wirjosandjojo, dengan wakil ketua
Wongsonegoro, sekretaris
Sutomo dan anggotanya
Muslich,
Mosodo dan
Abdul Rahman.
[2] Tri Koro Dharmo
bertujuan untuk mempersatukan para pelajar pribumi, menyuburkan minat
pada kesenian dan bahasa nasional serta memajukan pengetahuan umum untuk
anggotanya. Hal ini dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan
berbagai pertemuan dan kursus, mendirikan lembaga yang memberi beasiswa,
menyelenggarakan berbagai pertunjukan kesenian, serta menerbitkan
majalah
Tri Koro Dharmo.
TKD berubah menjadi
Jong Java pada
12 Juni,
1918 dalam kongres I-nya yang diadakan di
Solo,
[2] yang dimaksudkan untuk bisa merangkul para pemuda dari
Sunda,
Madura dan
Bali. Bahkan tiga tahun kemudian atau pada tahun
1921 terbersit ide untuk menggabungkan
Jong Java dengan
Jong Sumatranen Bond, namun upaya ini tidak berhasil.
[3]
Oleh karena jumlah murid-murih
Jawa merupakan anggota terbanyak, maka perkumpulan ini tetap bersifat Jawa dan terlihat dalam kongres II yang diadakan di
Yogyakarta pada tahun
1919 yang dihadiri oleh sedikit anggota yang tidak ber
bahasa Jawa. Namun dalam kongres ini dibicarakan beberapa hal besar antara lain:
Pada pertengahan tahun
1920 diadakan kongres III di
Solo,
Jawa Tengah dan pada pertengahan tahun
1921 diadakan kongres ke-IV di
Bandung,
Jawa Barat.
Dalam kedua kongres tersebut, bertujuan untuk membangunkan cita-cita
Jawa Raya. dan mengembangkan rasa persatuan di antara suku-suku bangsa
di Indonesia.
[3]
1921 - 1929
Dalam semua kongres yang pernah diadakan, perkumpulan ini tidak akan
ikut serta dalam aksi politik, dimana hal ini ditegaskan dalam
kongresnya yang ke-V, pada tahun
1922 di
Solo,
Jawa Tengah, bahwa perkumpulan ini tidak akan mencampuri politik ataupun aksi politik.
[3]
Namun pada kenyataannya perkumpulan ini mendapatkan pengaruh politik yang cukup kuat yang datang dari
Serikat Islam (
SI) di bawah pimpinan
Haji Agus Salim. Dalam kongresnya pada tahun
1924, pengaruh
SI semangkin terasa sehingga mengakibatkan beberapa tokoh yang berpegang teguh pada asas agama
Islam akhirnya keluar dari perkumpulan ini dan membentuk
Jong Islamieten Bond (
JIB).
[3]
Pada tahun
1925 wawasan organisasi ini kian meluas, menyerap gagasan persatuan
Indonesia dan pencapaian
Indonesia merdeka. Pada tahun
1928,
organisasi ini siap bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan
ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada anggota bahwa
pembubaran Jong Java, semata-mata demi tanah air.
[4] Oleh karena itu, maka terhitung sejak tanggal
27 Desember,
1929, Jong Javapun bergabung dengan
Indonesia Moeda[4]